Headlines News :

Profil Provinsi Sulawesi Selatan

Written By Unknown on Sabtu, 07 Mei 2016 | 07.42

Pantai Losari

Profil Provinsi Sulawesi Selatan berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi             : Provinsi Sulawesi Selatan

Ibukota                    : Makasar

Website                   : http://sulselprov.go.id

 
Luas Wilayah/Area     : 46.717,48 km2

 
Batas Wilayah


    Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat
    Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone & Propinsi Sulawesi Tenggara
    Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
    Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Flores


Banyaknya Kabupaten/Kota    : 21 Kabupaten, 3 Kota

Banyaknya Kecamatan : 304 Kecamatan

Lambang Daerah











Objek Wisata

Pantai Losari, Taman Laut Takabonerate, Taman Nasional Bantimurung, Malino, Pantai tanjung bira, Kawasan adat ammatoa, Ke'te Kesu, Pusat kerajinan perahu Phinisi

 
Kuliner


Kapurung, Coto, sop konro, Jalangkote, Buras, Mie Titi, Pisang epe

Alat Musik Tradisional

Panting

 
Sejarah

 Sekitar 30.000 tahun silam pulau ini telah dihuni oleh manusia. Penemuan tertua ditemukan di gua-gua dekat bukit kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut dan Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan lapisan budaya yang tua berupa alat batu Peeble dan flake telah dikumpulkan dari teras sungai di lembah Walanae, diantara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang babi raksasa dan gajah-gajah yang telah punah.

Selama masa keemasan perdagangan rempah-rempah, diabad ke-15 sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai pintu Gerbang ke kepulauan Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan Bone yang perkasa memainkan peranan penting didalam sejarah Kawasan Timur Indonesia dimasa Ialu.


Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan kecil, dua kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada di sekitar Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di
Bone. Pada tahun 1530, Kerajaan Gowa mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16 Gowa menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada tahun 1605, Raja Gowa memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Islam, dan antara tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah Makassar dan Bugis.

Perusahaan dagang Belanda atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang datang ke wilayah ini pada abad ke-15 melihat Kerajaan Gowa sebagai hambatan terhadap keinginan VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di daerah ini. VOC kemudian bersekutu dengan seorang pangeran Bugis bernama Arung Palakka yang hidup dalam pengasingan setelah jatuhnya Bugis di bawah kekuasaan Gowa.
Belanda kemudian mensponsori Palakka kembali ke Bone, sekaligus menghidupkan perlawanan masyarakat Bone dan Sopeng untuk melawan kekuasaan Gowa. Setelah berperang selama setahun, Kerajaan Gowa berhasil dikalahkan. Dan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bungaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa. Selanjutnya Bone di bawah Palakka menjadi penguasa di Sulawesi Selatan.

Persaingan antara Kerajaan Bone dengan pemimpin Bugis lainnya mewarnai sejarah Sulawesi Selatan. Ratu Bone sempat muncul memimpin perlawanan menentang Belanda yang saat itu sibuk menghadapi Perang Napoleon di daratan Eropa. Namun setelah usainya Perang Napoleon, Belanda kembali ke Sulawesi Selatan dan membasmi pemberontakan Ratu Bone. Namun perlawanan masyarakat Makassar dan Bugis terus berlanjut menentang kekuasaan kolonial hingga tahun 1905-1906. Pada tahun 1905, Belanda juga berhasil menaklukkan Tana Toraja, perlawanan di daerah ini terus berlanjut hingga awal tahun 1930-an.

Sebelum Proklamasi RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan didiami empat etnis yaitu ; Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja.

Pada abad ke XVI dan XVII ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas di Sulawesi Selatan yaitu kerajaan Luwu, Gowa dan Bone, yang telah mencapai kejayaan pada masa tersebut. Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 dimana Sulawesi Selatan menjadi provinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1964 Pemisahan dilakukan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan, kemudian terus disempurnakan dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.


 

Sumber


http://sulselprov.go.id
http://www.azwisata.com
http://ngulik.co

http://sibukforever.blogspot.co.id

Profil Provinsi Papua

Written By Unknown on Jumat, 06 Mei 2016 | 21.20

Danau Sentani

Profil Provinsi Papua berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Papua

Ibukota                    :  Jayapura

Website                   : http://www.papua.go.id

 
Luas Wilayah/Area     : 319.036,05 Km2

 
Batas Wilayah


Sebelah Utara          : Samudera Fasifik/Pacific Ocean
Sebelah Selatan       : Laut Arafura/Arafura Sea
Sebelah Barat          : Provinsi Papua Barat
Sebelah Timur          : Papua New Guinea


Banyaknya Kabupaten/Kota    : 28 Kabupaten, 1 Kota

Banyaknya Kecamatan : 524 Kecamatan

Lambang Daerah











Objek Wisata

Danau Sentani, Danau Paniai, Lembah Baliem, Pantai Bosnik, Pantai Amai, Tugu MacArthur

 
Kuliner


Udang selingkuh, Martabak Sagu, Sate ulat sagu, Papeda, Ikan bungkus

Alat Musik Tradisional

Guoto

Sejarah

Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea.

Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, east New Guinea atau Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua. Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea).

Asal kata Irian adalah Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland.

Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.

Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat yang sekarang menjadi Provinsi Papua Barat .

 

Sumber


http://www.papua.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://wizamisasi.com
http://ngulik.co

http://anekatempatwisata.com

Profil Provinsi Papua Barat

Wisata Bahari di Kabupaten Raja Ampat

Profil Provinsi Papua Barat berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Papua Barat

Ibukota                    :  Sorong

Website                   :  http://papuabaratprov.go.id

 
Luas Wilayah/Area     : 99.671,63 Km2

 
Batas Wilayah


Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua, sebelah Selatan berbatasan dengan laut Banda, sebelah Barat berbatasan dengan laut Seram, Provinsi Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik.

Banyaknya Kabupaten/Kota    : 12 Kabupaten, 1 Kota

Banyaknya Kecamatan : 203 Kecamatan

Lambang Daerah





Objek Wisata

Situs Purbakala Tapurarang, Wisata Bahari di Kabupaten Raja Ampat,TWA Gunung Meja,Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Wisata Kuliner di Tembok Berlin

 
Kuliner


Udang selingkuh, Martabak Sagu, Sate ulat sagu, Papeda, Ikan bungkus,

Alat Musik Tradisional

Guoto

Sejarah

Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Serta mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi. Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran provinsimenjadi tiga ditolak warga papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999.

Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif. Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya.

Setelah itu, Provinsi Irian Jaya terus diperlengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain payung hukumnya telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gurbernur dan wakil gurbernur definitif Abraham O. Atururi dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006. Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak UU Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah.

Dan sejak tanggal 18-04-2007 berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2007.

 
Sumber


http://papuabaratprov.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://www.skyscanner.co.id
http://ngulik.co

http://www.kebudayaanindonesia.com

Profil Provinsi Maluku


Pulau Nusa Lombo

Profil Provinsi Maluku berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Maluku

Ibukota                    :  Ambon

Website                   :  http://www.malukuprov.go.id

 
Luas Wilayah/Area     : 46.914,03 Km2


Batas Wilayah

 
  Sebelah Utara    :
Laut Seram 
  Sebelah Selatan : Lautan Indonesia dan Laut Arafuru   
  Sebelah Timur    : Pulau Papua
  Sebelah Barat   
: Pulau Sulawesi

Banyaknya Kabupaten/Kota    : 9 Kabupaten, 2 Kota

Banyaknya Kecamatan : 118 Kecamatan

Lambang Daerah

















Objek Wisata

Nusa Pombo, Pantai Liang, Pantai Natsepa, Pantai Pintu Kota, Pantai Santai, Pemandian Air Panas Negeri Tulehu, Benteng Ferangi, Benteng Amsterdam, Museum Siwalima, Masjid Wapauwe

 
Kuliner

 


Bubur sagu ubi, Ikan kua pala, Nasi lapola, Gatang Kenari,

Alat Musik Tradisional

Nafiri

Sejarah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku, maka secara administrasi Provinsi Maluku terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Utara, kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Maluku Tenggara; 1 Kotamadya, yakni Kotamadya Ambon; dan 1 Kota Administratif, yaitu Kota Administratif Ternate. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, maka secara administratif Provinsi Maluku terdiri dari 4 Kabupaten dan 1 Kota yakni Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kota Ambon. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku maka secara administratif, Provinsi Maluku dibagi atas 7 (tujuh) Kabupaten dan 1 (satu) Kota yaitu Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Maluku Tenggara Tengah, Kabupaten Buru, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kota Ambon. 

 
Sumber


http://www.malukuprov.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://www.wisatatiga.com
http://ngulik.co

http://www.imkuliner.xyz

Profil Provinsi Maluku Utara

Gunung Gamalama


Profil Provinsi Maluku Utara berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Maluku Utara

Ibukota                    :  Ternate

Website                   :   http://malutprov.go.id

Luas Wilayah/Area     :  31.982,50  Km2


Batas Wilayah

 
  Sebelah Utara Berbatasan dengan
Samudera Pasifik
  Sebelah Selatan Berbatasan dengan
Laut Seram  
  Sebelah Timur Berbatasan dengan Laut Halmahera
  Sebelah Barat Berbatasan dengan
Laut Maluku

Banyaknya Kabupaten/Kota    : 8 Kabupaten, 2 Kota

Banyaknya Kecamatan : 113 Kecamatan

Lambang Daerah





 












Objek Wisata

Pantai Sulamadaha, Benteng Tolukko, Masjid Sultan Ternate, Gunung Gamalama, Danau Tolire

 
Kuliner

Gohu Ikan, Gatang Kenari, Halua Kenari, Papadea, Bagea

Alat Musik Tradisional

fu

Sejarah

Upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara merupakan hasil perjuangan panjang seluruh lapisan masyarakat selama kurang lebih 42 tahun. Sejak tanggal 1 September 1957 pada waktu DPRD peralihan mengeluarkan Keputusan membentuk Provinsi maluku Utara sebagai Provinsi Perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat kepangkuan NKRI. Beralihnya pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru dan peristiwa G.30 S/PKI tahun 1965 mengakibatkan semakin tidak jelasnya nasib perjuangan pembentukan Provinsi Maluku Utara. Pada era reformasi, semangat perjuangan tetap terpatri menjadi suatu akomulasi kebutuhan atas kehadiran sebuah Provinsi Maluku Utara. Setelah melalui tahapan pembahasan di DPR-RI maka pada tanggal 4 Oktober 1999 Rancangan Undang-undang Pembentukan Provinsi Maluku Utara disyahkan menjadi Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999.

Sumber


http://malutprov.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://www.azwisata.com
http://ngulik.co

http://bicara.id

Profil Provinsi Sulawesi Tenggara

Air Terjun Tumburano


Profil Provinsi Sulawesi Tenggara berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Sulawesi Tenggara

Ibukota                    :  Kendari

Website                   :  http://www.sulawesitenggaraprov.go.id

Luas Wilayah/Area     :  38.067,70 Km2


Batas Wilayah

Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, 

Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi NTT di Laut Flores, 
Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Maluku di Laut Banda 
Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone

Banyaknya Kabupaten/Kota    : 15 Kabupaten, 2 Kota

Banyaknya Kecamatan : 209 Kecamatan

Lambang Daerah






 










Objek Wisata

Samparona, Walengkabola, Danau Biru, Tumburano, Pulau Labengki, Tamborasi, Wawolesea

Kuliner

Kasoami, Kabuto, Lapa-lapa, Sinonggi, Sate Gogos

Alat Musik Tradisional

Ladolado

Sejarah

Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, Sulawesi Tenggara memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah Indonesia secara keseluruhan.Tonggak terpenting dalam sejarah Sulawesi Tenggara pada abad ke 10 Suku Konawe mendirikan sebuah kerajaan yang terkenal yaitu Kerajaan Konawe yang diikuti oleh beberapa Kerajaan di Sulawesi Tenggara.

Pada tanggal 5 Januari 1613, Belanda menginjakkan kaki untuk pertama kali di daratan Buton dan mendapat perlawanan yang gigih dari rakyat Sulawesi Tenggara.


Sumber

http://www.sulawesitenggaraprov.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://zonasultra.com
http://ngulik.co

http://makananindonesia-top.blogspot.co.id

Profil Provinsi Sulawesi Utara

Taman Laut Bunaken

Profil Provinsi Sulawesi Utara berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.


Nama Resmi              : Provinsi Sulawesi Utara

Ibukota                    :  Manado

Website                   :  http://www.sulutprov.go.id

Luas Wilayah/Area     :  13.851,64 Km2


Batas Wilayah

    Sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi
    Sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku
    Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Maluku
    Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo

Banyaknya Kabupaten/Kota    : 11 Kabupaten, 4 Kota

Banyaknya Kecamatan : 167 Kecamatan

Lambang Daerah

 





 












Objek Wisata

Taman Laut Bunaken, Bukit doa Tomohon, Pulau Siladen, Pulau Lihaga, Pantai Lakban, Bukit Kasih Kanonang, Taman Nasional Tangkoko, Waruga

Kuliner

Tinutuan (bubur Manado), Klapatart, Nasi jaha, Saut, Tinoransat, Cakalang fufu, Mie Cakalang, Rica rodo, Paniki, RW, Sate Kolombi

Alat Musik Tradisional

Kolintang

Sejarah

Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.

Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15 Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.

Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.

Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.

Memasuki permulaan tahun 1965, semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.

Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B. Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.

Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah Residen A.M. Jacobus.

Pada tanggal 10 Desember 1966 dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung. Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang definitif.

Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978

Dalam periode kepemimpinan Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F. Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H. W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977 adalah J. A. Wuisan.

Di masa H.V. Worang memangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.

Gubernur Willy Lasut, GA, memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H. Pusung dan Hasan Usman.

Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979, ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman, Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J. Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan Hasan Usman.

Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.

Periode kepemimpinan Gubernur G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda. Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F. Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan Kolonel I. Tangkudung.

Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995. Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs. A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995 kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.

Dimasa kepemimpinan Gubernur E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin, kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B. Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M. Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen (Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol. W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.

Seiring dengan bergulirnya reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F. Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.

Implementasi Tahun Kasih ini dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.

Selanjutnya seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian, wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.

Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung.

Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr. Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.

Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.

Melalui pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs. Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho, S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir. Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat Mokodongan.

Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.

Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15 Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.

Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.

Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.

Memasuki permulaan tahun 1965, semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.

Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B. Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.

Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah Residen A.M. Jacobus.

Pada tanggal 10 Desember 1966 dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung. Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang definitif.

Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978.

Dalam periode kepemimpinan Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F. Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H. W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977 adalah J. A. Wuisan.

Di masa H.V. Worang memangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.

Gubernur Willy Lasut, GA, memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H. Pusung dan Hasan Usman.

Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979, ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman, Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J. Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan Hasan Usman.

Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.

Periode kepemimpinan Gubernur G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda. Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F. Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan Kolonel I. Tangkudung.

Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995. Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs. A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995 kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.

Dimasa kepemimpinan Gubernur E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin, kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B. Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M. Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen (Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol. W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.

Seiring dengan bergulirnya reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F. Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.

Implementasi Tahun Kasih ini dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.

Selanjutnya seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian, wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.

Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung.

Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr. Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.

Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.

Melalui pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs. Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho, S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir. Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat Mokodongan.

Sumber

http://www.sulutprov.go.id
http://www.kemendagri.go.id
http://www.seputarsulut.com
http://ngulik.co
Diberdayakan oleh Blogger.

News World

Sport

 
Copyright © 2016. Informasi Daerah - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger