Aktivitas Surving di Kepulauan Mentawai |
Profil Provinsi Sumatera Barat berikut dikutip dari berbagai sumber. Bila terdapat kekeliruan baik dari kata perkata maupun isi postingan mohon diberi komentar untuk diperbaiki. Begitu juga bila ada yang perlu ditambahkan, admin akan segera melakukan revisi.
Nama Resmi : Provinsi Sumatera Barat
Ibukota : Padang
Website : http://acehprov.go.id
Luas Wilayah/Area : 42.012.89 km2
Batas Wilayah:
- Sebelah Utara : Provinsi Sumatera Utara
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Jambi
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia
Banyaknya Kecamatan : 147 Kecamatan
Lambang Daerah :
Objek Wisata :
Danau Maninjau, Danau Singkarak, Kerajaan Pagaruyung, Kepulauan Mentawai, Benteng Fort de Kock
Kuliner :
Rendang, Randang Lokan, Dendeng Balado, Dendeng Batokok, Gulai Tunjang, Gulai paku, Gulai toco, Gulai itiak, Gulai banak, Gulai kambiang, Gulai manih, Gulai pucuak ubi, Gulai asin padeh
Pangek masin, Pangek padeh, Kalio dagiang, Kalio jariang, Sambalado tanak, Sambalado matah, Cancang, Ikan balado, Ikan baka, Soto padang, Goreng baluik, Goreng lauak, Palai Bada
Alat Musik Tradisional :
Saluang, Talempong, Pupuik Batang Padi, Sarunai, Tambua dan Tansa
Sejarah
Dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Sumatera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walaupun masyarakat Mentawai diduga telah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat sedikit.
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Sumatera Barat muncul sebagai suatu unit administrasi, sosial-budaya, dan politik. Nama ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda de Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust, yaitu suatu daerah bagian pesisir barat pulau Sumatera.
Memasuki abad ke-20 persoalan yang dihadapi Sumatera Barat menjadi semakin kompleks. Sumatera Barat tidak lagi identik dengan daerah budaya Minangkabau dan telah berubah menjadi sebuah mini Indonesia. Di daerah ini bermukim sejumlah besar suku bangsa Minangkabau penganut sistem matrilineal, suku bangsa Tapanuli dengan sistem patrilinealnya dan suku bangsa Jawa dengan sistem parentalnya. Di samping itu juga ada masyarakat Mentawai, Nias, Cina, Arab, India serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang budaya yang beraneka ragam.
Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan jaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram. Sisa-sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun bentuk yang paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan jaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabupaten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Indragiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.
Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.
Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Adityawarman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.
Pengaruh politik dan ekonomi Aceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidakpuasan ini akhirnya diungkapkan dengan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Barat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelancong berkebangsaan Prancis yang bernama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1523. Namun bangsa Barat yang pertama datang dengan tujuan ekonomis dan politis adalah bangsa Belanda. Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pantai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belanda, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu juga terdiri dari bangsa Portugis dan Inggris.
Sumber :
http://www.sumbarprov.go.id
http://kerjasamarantau.sumbarprov.go.id
https://id.wikipedia.org/
http://www.kemendagri.go.id
0 komentar:
Posting Komentar